PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH OLEH GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH OLEH GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA DI KELAS VIII C SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA NEGERI 5
SUNGAI KAKAP KABUPATEN
KUBU RAYA
OLEH
YUSTINA ETA
NIM. 211300039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPBULIK INDONESIA
PONTIANAK
2018
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah “Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak”. Masalah umum penelitian ini yaitu:“ Bagaimanakah Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak? Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan dan bentuknya adalah penelitian tindakan kelas dengan jenisnya yaitu PTK Eksperimental. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS IV berjumlah 30 orang siswa dan dipilih dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpul data yang digunakan adalah pedoman observasi, panduan wawancara dan dokumentasi.
Kesimpulan secara umum dapat disimpulkan bahwa Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak sudah optimal. Sedangkan secara khusus adalah: 1) Perencanaan Metode Diskusi Kelompok Kecil pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak, yaitu guru merencanakan hal-hal sebagai berikut, yaitu membuat perangkat pembelajaran (Prota, Prosem, KKM, Silabus dan RPP), mempersiapkan media dan materi pembelajaran, menyediakan sarana pembelajaran dan guru mengalokasikan waktu pembelajaran yang diperlukan untuk menerapkan metode diskusi kelompok kecil. 2) Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak. penerapan metode diskusi kelompok kecil pada siklus I memperoleh persentase sebesar 66,67% dengan kategori Baik, dan pada siklus II memperoleh persentase sebesar 91,67% dengan kategori Sangat Baik. 3) Peningkatan hasil belajar siswa dengan Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI IPS IV Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Menjalin Kabupaten Landak dilihat dari nilai rata-rata yaitu sebesar 15,84 point, sedangkan dilihat dari persentasenya yaitu sebesar 15,84%. Sedangkan nilai persentase ketuntasan klasikal siswa pada siklus I sebesar 43,33% dan siklus II sebesar 100%, artinya ada peningkatan pada siklus II, peningkatannya sebesar 56,67%.
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut: 1) Bagi guru disarankan untuk menerapkan pembelajaran metode diskusi kelompok kecil dengan optimal agar semua siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. 2) Bagi siswa disarankan untuk terus belajar dan selalu meningkatkan hasil belajar, sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar atau memperoleh nilai di atas KKM.
PENDAHULUAN
Pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia. Kemajuan suatu bangsa bergantung pada kualitas sumber daya manusia dan bukan sumber daya alamnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan, sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 adalah: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan pasti yang dilihat saat ini adalah hasil belajar siswa. Baik buruknya hasil belajar akan berpengaruh pada kehidupan bangsa nanti nya. Untuk meningkatkan hasil belajar, siswa juga harus mempunyai motivasi dan penggunaan model pembelajaran yang tepat oleh guru dalam pembelajaran. Model pembelajaran merupakan salah satu hal yang mempengaruhi dalam hasil belajar siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Hasil belajar adalah hasil atau prestasi yang diberikan kepada siswa dalam mengapresiasikan sikap, nilai, serta keterampilan siswa yang diberikan pada setiap akhir pembelajaran. Nana Sudjana (2016: 22) mengatakan, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Sedangkan menurut Zaenal Arifin (2010: 303) “Hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari ketuntasan belajarnya, terampil dalam menggerjakan tugas, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap pelajaran”. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2010:15) mengatakan, “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”.
Perlu diketahui bahwa, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran yang hanya bersifat satu arah dari guru ke siswa masih diterapkan. Siswa lebih banyak mendengarkan dan menerima tanpa melakukan sesuatu. Dari permasalahan di atas, disadari bahwa sebuah model pembelajaran sebaiknya juga harus ditentukan secara spesifik karena model pembelajaran itu merupakan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran kooperatif lah yang dipilih untuk peserta didik. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang menarik untuk diterapkan dalam pembelajaran adalah model make a match.
Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan. Menurut Rusman (2011: 223-233) Model make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan model ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Model pembelajaran ini menarik untuk dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya bahwa siswa cenderung memperoleh nilai yang rendah pada kegiatan teorinya. Hal tersebut terbukti dari hasil ulangan semester yang menunjukkan masih banyak siswa dikategorikan tidak tuntas. Nilai KKM mata pelajaran PKn yaitu 70,00. Dari keseluruhan siswa yaitu 65 orang siswa yang hanya dikategorikan tuntas yaitu sebanyak 25 orang siswa dan 40 siswa dikategorikan tidak tuntas.
Salah satu penyebabnya yaitu komposisi waktu pelaksanaan pembelajaran yang kurang berimbang. Guru menyadari kurang efektifnya proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini. Kurangnya variasi model dalam pembelajaran membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik pada pembelajaran yang dilaksanakan. Siswa juga masih bergantung pada guru, dalam arti siswa hanya menerima materi dari guru tidak mencari informasi sendiri di luar informasi yang disampaikan guru. Hanya siswa tertentu saja yang aktif bertanya atau menyampaikan pendapat pada saat proses belajar mengajar. Hal tersebut menyebabkan kurangnya interaksi antar siswa maupun interaksi guru dengan siswa yang kemudian berdampak pada hasil belajar siswa.
Gejala seperti inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model make a match. Apalagi model make a match memiliki keunggulan yaitu peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Namun dilihat dari proses pembelajaran yang digunakan di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya masih menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga hasil belajar siswa tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Hal inilah yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan model make a match oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya”. Dipilihnya penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini, karena Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki urgensi untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional, mengembangkan keterampilan guru, meningkatkan relevansi, meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti bagi guru. Sedangkan harapan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah agar guru dapat meningkatan penggunaan model make a match dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih optimal dan semuanya mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) atau dikategorikan tuntas..
LANDASAN TEORI
Model Make A Match
Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan. Menurut Rusman (2011: 223-233) Model make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif.
Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (Anita Lee, 2010: 55). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat dgunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. Menurut Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa model make a match merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena dalam pembelajaran ini, siswa ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang memegang pertanyaan pertanyaan.
Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Nana Sudjana (2016: 22) mengatakan, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Sedangkan menurut Zaenal Arifin (2010: 303) “Hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari ketuntasan belajarnya, terampil dalam menggerjakan tugas, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap pelajaran”. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2010:15) mengatakan, “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”.
Dari ketiga pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa pengertian hasil belajar adalah pencapaian kemampuan yang dimiliki oleh siswa selama proses belajar-mengajar baik dalam perubahan tingkah laku maupun dalam ketuntasan belajarnya. Hasil belajar adalah hasil dari proses kegiatan belajar mengajar untuk mengetahui apakah suatu program pembelajaran yang dilaksanakan telah berhasil atau tidak, yang didapat dari jerih payah siswa itu sendiri sesuai kemampuan yang ia miliki.
METODE DAN BENTUK PENELITIAN
Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan. Paizaluddin dan Ermalinda (2014: 8) mengemukakan bahwa “Penelitian Tindakan merupakan proses yang mengevaluasi kegiatan proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara sistematik dan menggunakan teknik-teknik yang relevan”. Penelitian tindakan berguna untuk memecahkan masalah yang teridentifikasi, meningkatkan tingkat efektivitas dalam proses pembelajaran, prinsip kemitraan dan meningkatkan profesionalitas guru.
Berdasarkan pendapat di atas, makan dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan proses yang mengevaluasi kegiatan proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara sistematik dan menggunakan teknik-teknik yang relevan. adapun kegunaan penelitian tindakan adalah untuk memecahkan masalah yang teridentifikasi, meningkatkan tindakan efektivitas dalam proses pembelajaran, prinsip kemitraan dan meningkatkan professionalitas guru.
Berangkat dari penggunaan metode penelitian tindakan dalam memecahkan masalah penelitian ini, maka bentuk penelitian tindakan berdasarkan jumlah penelitian menurut Sugiyono (2015: 35) yaitu: penelitian tindakan individual dan penelitian tindakan kolaboratif. Berdasarkan pendapat tersebut, maka bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif menurut Sugiyono (2015: 37) mengemukakan bahwa “Penelitian tindakan partisipatif sering disebut penelitian tindakan kelas kolaboratif. Penelitian tindakan kelas kolaboratif adalah pelaksana pekerjaan seperti guru, kepala sekolah, dan pengawas. Mereka kurang menguasai metode penelitian sehingga perlu berkolaborasi dalam penelitian”. Alasan dipilihnya penelitian tindakan kelas kolaboratif adalah karena penelitian ini jumlah peneliti yang terlibat yaitu secara kolaboratif antara guru dan peneliti itu sendiri.
Jenis penelitian tindakan kelas yang dikemukan oleh Paizaluddin dan Ermalinda tersebut, maka PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK Eksperimental. Menurut Paizaluddin dan Ermalinda (2014: 29) mengemukakan bahwa PTK Eksperimental yaitu PTK yang diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar”. Alasan dipilihnya PTK Eksperimen dalam penelitian ini adalah dikarenakan peneliti menerapkan Model make a match dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada mata Pelajaran PKn.
SUBYEK PENELITAN
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Semester genap tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 30 orang siswa. Siswa yang menjadi subyek penelitian, yaitu siswa kelas VIII C yang berjumlah 30 orang. Penentuan subyek dalam penelitian ini dipilih secara teknik purposive sampling. Hal itu dijelaskan oleh pendapat Sugiyono (2010: 85) yang menyatakan bahwa “Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Adapun pertimbangannya adalah berkaitan dengan masalah penelitian yaitu rendahnya hasil belajar siswa, dari semua kelas VIII yang ada di SMP Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya tersebut yang memiliki hasil belajar paling rendah adalah kelas VIII C (59,68).
SETTING PENELITIAN
Setting penelitian merupakan tempat dan waktu penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun setting dalam penelitian ini adalah di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya dan dalam waktu proses belajar mengajar mata Pelajaran PKn berlangsung
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai proses pengkajian masalah di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Menurut model Kurt Lewin (Iskandar : 2012:28) konsep yang diperkenalkan terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan (planning), Tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Sementara itu yuliarni (Emzir, 2007: 26) mengatakan penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui empat langkah utama yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi. Empat langkah utama yang saling berkaitan ini sering disebut dengan istilah siklus. Keempat tahapan penelitian di atas dapat digambarkan dalam siklus penelitian berikut ini:
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas Suharsimi Arikunto
(Paizaluddin dan Ermalinda, 2012: 34)
Keempat komponen penelitian tindakan kelas tersebut dapat diuraikan seperti di bawah ini:
Persiapan/Perencanaan tindakan (planning)
Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Membuat instrument penelitian yang digunakan dalam siklus I dan siklus selanjutnya.
Penyusunan alat-alat evaluasi tindakan berupa lembar observasi.
Pelaksanaan tindakan
Mengulangi pokok bahasan seluruhnya
Mengulangi bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai
Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama
Memberikan tugas-tugas khusus.
Obsevasi
Suatu tindakan mengamati dan mendokumentasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh observer. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peneliti dengan menggunakan instrument yang telah direncanakan.
Refleksi
Kegiatan tindakan mengkaji data tentang perubahan yang terjadi pada siswa, suasana kelas dan guru. Refleksi ini dilakukan dengan cara berdiskusi antara guru dan peneliti terhadap masalah yang diperoleh pada saat observasi dan melihat apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi hasil belajar siswa dalam mencapai ketuntasan belajar. Melalui reflaksi inilah maka peneliti akan menentukan keputusan untuk melaksanakan siklus lanjutan ataukah berhenti.
TEKNIK DAN ALAT PENGUMPUL DATA
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung, teknik pengukuran dan teknik studi dokumenter. Sedangkan alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Panduan observasi, tes hasil belajar dan Dokumentasi.
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan disesuaikan dengan rumusan masalah yang akan dianalisis datanya. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Untuk melakukan analisis data penerapan Model make a match antar siklus dan membandingkan hasilnya, peneliti menggunakan rumus persentase seperti yang dikemukakan oleh Andi Supangat (2007:40), rumusnya sebagai berikut:
Untuk melakukan analisis data hasil belajar siswa secara individu, peneliti menggunakan rumus rata-rata menurut Andi Supangat (2007:46), adapun rumus rata-rata (Mean) adalah sebagai berikut :
Untuk menentukan ketuntasan klasikal (kelompok) maka digunakan rumus sebagai berikut:
K=(∑▒ST)/(∑▒SS) x 100%
Keterangan:
K = Ketuntasan Belajar Siswa
∑▒ST = Jumlah Siswa yang Tuntas
∑▒SS = Jumlah Seluruh Siswa
Sedangkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, peneliti menggunakan rumus persentase. Adapun rumus persentase menurut Anas Sudijono (2007:40) yaitu:
P=(n-f )/f X 100%
Keterangan :
P : Angka Persentase
n : skor rata-rata siklus 2
f : skor rata-rata siklus 1
INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan belajar siswa menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010: 106) adalah :
Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah tercapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar yang baru dilaksanakan secara keseluruhan seperti diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010: 108) adalah:
Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf kebehasilan kurang (dibawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pra siklus dilakukan penelitian pada tanggal 22 November 2017. Adapun maksud dilakukannya pra siklus dalam penelitian ini adalah untuk melihat hasil belajar siswa sebelum pelaksanaan siklus I dan siklus seterusnya serta agar mendapatkan perbandingan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 51,94 dikategorikan “Kurang”. Sedangkan ketuntasan belajaran dari 30 orang siswa yang hanya dikategorikan tuntas sebanyak 5 orang siswa, sedangkan sisanya yaitu 25 orang siswa dikategorikan tidak tuntas. Ketuntasan klasikal siswa kelas VIII C adalah sebesar 16,67%, jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar siswa belum tercapai, yaitu 75% siswa sudah tuntas dalam pembelajaran.
Siklus I ini dilaksanakan 1 kali pertemuan. Pertemuan I pada hari Kamis tanggal 23 November 2017 pukul 07.00 – 08.30 WIB. Penerapan model make a match pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam siklus I memperoleh persentase sebesar 71,15% dengan kategori baik. hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 64,33 dikategorikan “Cukup”. Ketuntasan klasikal siswa kelas VIII C adalah sebesar 43,33%, jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar siswa belum tercapai, yaitu 75% siswa sudah tuntas dalam pembelajaran.
Siklus II ini dilaksanakan 1 kali pertemuan. Pertemuan II pada hari Kamis tanggal 30 November pukul 09.20 – 10.30 WIB. Penerapan model make a match pada pembelajaran, peneliti bekerjasama dengan guru. Penerapan Model make a match pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam siklus II memperoleh persentase sebesar 96,15% dikategorikan sangat baik. Hal tersebut terlihat bahwa semua komponen Model make a match penerapannya sudah maksimal. Sedangkan kedua komponen yang penerapannya belum optimal pada siklus I, sudah menjadi lebih baik atau ada peningkatan penerapannya pada siklus II. Hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 80 dikategorikan “Sangat Baik”. Ketuntasan klasikal siswa kelas VIII C adalah sebesar 100%, jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar siswa sudah tercapai, yaitu lebih dari 75% siswa sudah tuntas dalam pembelajaran
P E N U T U P
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka secara umum dapat disimpulkan bahwa Penerapan model make a match oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan Hasil Belajar Siswa di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya sudah dilaksanakan dengan optimal. Sedangkan secara khusus dapat disimpulkan bahwa:
Penerapan model make a match oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Penerapan model make a match pada siklus I memperoleh persentase sebesar 71,15% dengan kategori Baik, dan pada siklus II memperoleh persentase sebesar 96,15% dengan kategori Sangat Baik. Penerapan model make a match juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 25%. Dengan kata lain bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa model make a match pada siklus II lebih baik dari pada siklus I.
Peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model make a match oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII C Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Peningkatannya kalau dilihat dari nilai rata-rata yaitu sebesar 15,84 point, sedangkan dilihat dari persentasenya yaitu sebesar 24,62%. Sedangkan nilai persentase ketuntasan klasikal siswa pada siklus I sebesar 43,33% dan siklus II sebesar 100%, artinya ada peningkatan pada siklus II, peningkatannya yaitu sebesar 56,67%. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I terlihat bahwa dari total 30 orang siswa, yang hanya tuntas yaitu 13 orang siswa dan 17 orang siswa dikategorikan tindak tuntas. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan, di mana dari jumlah 30 orang siswa, semuanya dikategorikan tuntas. Artinya bahwa ketuntasan belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 17 orang.
Saran
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut:
Siswa disarankan untuk terus belajar dan meningkatkan ilmu pengetahuan dengan mencari sumber-sumber pengetahuan melalui media dan teknologi yang berkembang saat ini serta selalu meningkatkan hasil belajar, sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar atau memperoleh nilai di atas KKM.
Siswa diharapkan untuk meningkatkan peran aktif dalam pembelajaran dan tidak merasa malu ketika dihadapkan dengan belajar berpasangan serta memperhatikan presentasi yang disampaikan oleh guru di dalam kelas.
Guru disarankan untuk menerapkan pembelajaran model make a match dengan optimal agar semua siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan, serta terus berupaya untuk selalu meningkatkan ilmu pengetahuan baik menyangkut materi pelajaran maupun model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013.
Guru diharapkan untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, kreatif, dan inovatif dengan penerapan model pembelajaran yang bermacam-macam dan mempersiapkan pembelajaran dengan baik serta untuk meningkatkan ketepatan dan kebijaksanaannya dalam memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mendapatkan pasangan saat pembelajaran berpasangan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu dan Tri Prasetya, Joko. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Arifin, Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi dkk. (2015). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Aqib, Zaenal. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
Darmadi, Hamid. (2013). Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta.
Darmadi, Hamid. (2015). Desain dan Implementasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung: Alfabeta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Emzir. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Gronlund. (2010). Strategy of Learning. London: Open University Press.
Hakim, Thursan. (2000). Penilaian Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Huda, Miftahul. (2013). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Huda, Miftahul. (2015). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Iskandar. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Referensi.
Lie, Anita. (2010). Cooperative Learning. Jakarta: PT Grasindo.
Paizaluddin dan Ermalinda. (2012). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom action research) Panduan Teoritis dan Praktis. Bandung: Alfabeta.
Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajara.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Slavin. (2008). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sudjana, Nana. (2016). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Tindakan Komprehensif. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2012). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sukardi. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Supangat, Andi. (2007). Statistik dalam kajian Dekskriptif Nonparameterik, Inparsial, dan Parameterik. Bandung : Alfabeta.
Tim Penyusun. (2016). Buku Panduan Penulisan Desain Penelitian dan Skripsi. Pontianak : IKIP-PGRI.
Trianto. (2012). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH OLEH GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Reviewed by PENDIDIKAN POPULER
on
06:32
Rating:
No comments: