METODE DRILL DAN HASIL BELAJAR SISWA
METODE DRILL DAN HASIL BELAJAR SISWA
A. Metode
Drill
1. Pengertian
Metode Drill
Peserta didik perlu memiliki keterampilan-keterampilan
dan ketangkasan dalam sesuatu, misalnya dalam berhitung, renang, menghafal.
Sebab itu didalam pembelajaran perlu diadakan latihan (drill) untuk menguasai keterampilan tersebut. Maka salah satu teknik
penyajianya adalah dengan menggunakan teknik latihan atau Drill, ialah suatu teknik yang dapat
diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana peserta didik melaksanakan kegiatan-kagiatan
latihan, agar peserta didik memiliki keterampilan yang lebih tinggi dari apa
yang telah dipelajari.
Hamdani (2011: 49) Metode Drill
merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan metode pembelajaran yang
komprehensif, meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik menjadi aktif. Roestiyah N.K (2008:125) “Metode drill adalah suatu
teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar di mana siswa
melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau
keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode drill adalah suatu cara mengajar yang membuat siswa
melaksanakan kegiatan latihan yang bertujuan agar siswa memiliki ketangkasan
dan keterampilan.
2.
Tujuan
Metode Drill (Latihan)
Hamdani (2011: 49) teknik
mengajar latihan ini biasanya digunakan untuk tujuan agar peserta didik:
a.
Memiliki
keterampilan motorik/ gerak.
b.
Mengembangkan
kecepatan intelek, seperti berhitung.
c.
Memiliki
kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain, seperti
hubungan sebab akibat, penggunaan lambang atau simbol didalam peta dll.
Nana Sudjana (2010: 34) berpendapat bahwa prinsip dan petunjuk penggunaan
metode Drill adalah:
a.
Peserta didik
harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.
b.
Latihan untuk
pertama kalinya hendaknya diagnosis, mula- mula kurang berhasil kemudian
diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna.
c.
Latihan tidak
perlu lama asalkan sering dilaksanakan.
d.
Harus
disesuaikan dengan taraf kemampuan peserta didik.
e.
Proses latihan
hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna.
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Drill.
Sebagai metode
yang diakui memiliki banyak kelebihan, juga tidak dapat disangkal bahwa metode
latihan mempunyai kekurangan. Hamdani
(2011: 49) diantara
kelebihan dan kekurangan metode drill yaitu:
a.
Kelebihan Metode Drill
1)
Untuk memperoleh
kecakapan motorik, seperti menulis, melafalkan huruf dan lain-lain.
2)
Untuk memperoleh
kecakapan mental seperti mengerjakan operasi hitung dan lain-lain.
3)
Untuk memperoleh
kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf
dengan ejaan, penggunaan simbol, dan lain-lain.
4)
Pembentukan
kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan dalam
pelaksanaannya.
5)
Pemanfaatan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya.
6)
Pembentukan
kebiasaan-kebiasaan yang membuat gerakan-gerakan yang komplek, rumit, menjadi
lebih otomatis.
b.
Kekurangan
Metode Drill
1)
Menghambat bakat
dan inisiatif peserta didik, karena peserta didik lebih banyak dibawa kepada
penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
2)
Menimbulkan
penyesuaian setatis kepada lingkungan. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan
merupakan hal yang monoton sehingga mudah membosankan.
3)
Membentuk
kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis.
3. Langkah-Langkah Metode Drill
Adapun
langkah-langkah metode drill menurut Roestiyah (2008: 127-129) adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Persiapan
Pada
tahap ini, ada beberapa hal yang dilakukan, antara lain :
1) Rumuskan tujuan yang harus dicapai
oleh siswa
2) Tentukan dengan jelas keterampilan
secara spesifik dan berurutan
3) Tentukan rangkaian gerakan atau
langkah yang harus dikerjakan untuk menghindari kesalahan
4) Lakukan kegiatan pradrill sebelum
menerapkan metode ini secara penuh
b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan
Dalam
langkah pembukaan, beberapa hal yang perlu dilaksanakan oleh guru diantaranya
mengemukakan tujuan yang harus dicapai, bentuk-bentuk latihan yang akan dilakukan.
2) Langkah pelaksanaan
a) Memulai latihan dengan hal-hal yang
sederhana dulu
b) Ciptakan suasana yang
menyenangkan/menyejukkan
c) Yakinkan bahwa semua siswa tertarik
untuk ikut
d) Berikan kesempatan \kepada siswa
untuk terus berlatih
3) Langkah mengakhiri
Apabila
latihan sudah selesai, maka guru harus terus memberikan motivasi untuk siswa
terus melakukan latihan secara berkesinambungan sehingga latihan yang diberikan
dapat semakin melekat, terampil dan terbiasa.
c. Penutup
1) Melaksanakan perbaikan terhadap
kesalahan-kesalahan yang
dilaksanakan oleh siswa.
dilaksanakan oleh siswa.
2) Memberikan latihan.
B. Hasil
Belajar Siswa
1.
Pengertian Tes Formatif
Berhasil tidaknya proses pembelajaran
disekolah dapat diketahui melalui kegiatan tes yang dilakukan oleh guru. Karena
itu dapat dikatakan bahwa tes itu adalah suatu kegiatan dalam mempertimbangkan
untuk mengumpulkan data sedalam-dalamnya guna mengetahui hasil belajar siswa,
yang nantinya agar dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran guru hendaknya melaksanakan kegiatan tes, baik itu
tes formatif maupun tes lainnya. Tes formatif ini perlu dilaksanakan oleh guru
untuk mengembangkan kemampuan belajar siswa dan juga merupakan kegiatan
memberikan dorongan dan perbaikan terhadap belajar siswa.
Tes formatif ini merupakan tes terhadap
hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam
menguasai bahan pembelajaran yang telah diajarkan. Menurut Nana Sudjana
(2009:5) mengatakan “Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada
akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses
belajar mengajar itu sendiri”. Kemudian Sadirman (2004:174) mengatakan bahwa:”
tes formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang
efektifitas dan efisiensi bahan-bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa tes formatif adalah tes terhadap hasil belajar siswa
untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan siswa dalam belajar setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu
disetiap proses kegiatan pembelajaran dalam jangka program pendidkan disekolah
maupun di lembaga pendidikan lainnya perlu dilaksanakan kegiatan tes.
Tes adalah suatu alat untuk memperoleh
sampel tingkah laku dari suatu ranah tertentu. Tes adalah suatu alat yang
sistematis untuk mengamati satu atau lebih karakteristik seseorang dengan
mengunakan skala numeric atau system kategori. Dilihat dari tujuan dan
fungsinya, tes dibagi menjadi empat, yaitu: (1) tes penempatan, (2) tes
formatif ,(3) tes diagnostic, dan tes (4) tes sumatif. Dalam kaitanya dengan peneliti
ini, jenis tes yang digunakan adalah tes formatif. Tes formatif adalah
penilaian tetang prestasi siswa, yang terintegrasi dalam rencana pelajaran. Penilaian
yang terus menerus dilakukan berfungsi untuk memberikan arah dalam melakukan
kegiatan berikutnya. Tes formatif dilakukan pada setiap periode waktu tertentu
dan digunakan untuk memonitor kemajuan siswa (Silverius, 1991:4-5).
Frekuensi pemberian tes formatif
disesuiakan dengan banyaknya topic (sub pokok bahasan) dalam satu program
pengajaran tersebut. Sebaiknya setiap akhir sub pokok bahasan perlu diberikan
tes formatif, yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penguasaan para siswa
pada sub pokok bahasan tersebut. Tujuan tes formatif adalah untuk membantu
siswa dan guru dalam proses belajar mengajar pada materi-materi yang khusus
(tertentu) sehingga siswa mempunyai penguasaan yang tuntas (mastery). Evaluasi
formatif sebenarnya merupakan suatu penilaian dari program yang sedang
berlangsung yang digunakan untuk mendapat informasi mengenai pelaksanaan
program pengajaran, identifikasi dari keefektifan proses pengajaran, dan
penilaian dari proses pengajaran.
2.
Tujuan Tes Formatif
Tes
formatif ini dimaksudkan untuk membantu kemajuan belajar siswa selama proses
pembelajaran berlansung dan untuk
mengetahui keberhasilan dan kegagalan siswa dalam proses belajar mengajar serta
pembinaan terhadap pembelajaran itu sendiri. Dari hasil formatif ini guru dapat
menentukan langkah-langkah selanjutnya, jika hasilnya memenuhi standar kkm guru
dapat melanjutkan dengan pembelajaran yang aru, tetapi sebaliknya jika hasilnya
dibawah kkm seorang guru harus mencari kekurangan pada dirinya pada saat
mengajar. Karena tes formatif ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan
proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru. Menurut Anas Sudijono (2003:72)
mengatakan tujuan tes formatif adalah untuk memperbaiki tingkat penguasaan
peserta didik dan sekaligus juga untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari pelaksanaan tes formatif ini adalah untuk
mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar serta untuk
mengetahui apakah siswa telah mendapat tujuan yang telah ditetapkan baik tujuan
instruksional umum maupun tujuan instruksional khusus. Dalam melaksanakan tes
formatif ini, guru sangat mengharapkan hasil yang maksimal dari siswa, hal itu
dimaksudkan jika hasilnya telah memadai maka guru dapat melanjutkan materi yang
berikutnya. Sedangkan jika hasil yang didapat mengecewakan maka seorang guru
harus mengadakan perbaikan atau remideal. Oleh karena tujuan tes formatif untuk
pembinaan dan perbaikan proses belajar mengajar, maka hendaknya guru memiliki
kebesaran hati mencari kekurangan pada mengajar, yang meliputi kurangnya
motivsi,kemampuan mengelola kelas, kemampuan membangkitkan motivasi siswa serta
kekurangan dalam penguasaan bahan.
3.
Sasaran Tes Formatif
Sasaran tes formatif tidak ditujukan
untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan siswa melainkan merangsang siswa
agar lebih rajin belajar, sekaligus mengetahui bagian manakah dari materi yang
diajarkan kepadanya yang belum dikuasai dengan baik. Oleh karena itu, tes
formatif merupakan suatu kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh guru dalam
proses pembelajaran karena dapat digunakan untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan baik dari guru maupun dari siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tes formatif adalah tes yang digunakan untuk memantau kemajuan belajar siswa selama
proses belajar mengajar berlangsung dalam satu program tertentu (misalnya
caturwulan atau semester). Hal ini berguna memberikan umpan balik kepada siswa,
sudah seberapa besar penguasaan siswa dalam topic pengajaran yang telah
diajarkan, sehingga melalui umpan balik dan perbaikan, semua siswa dapat
mempunyai penguasaan yang baik.
4. Tes
Sebagai Alat Penilaian Hasil Belajar
Menurut Gronlund (dalam Sukardi, 2010:108)
menyebutkan, “The construction of good
test item is an art. The skill it requires, however, are the same as those
found in effective teaching”. Yang artinya penyusunan item test yang baik
pada prinsipnya adalah seni. Banyaknya alat instrumen yang digunakan dalam
kegiatan evaluasi salah satunya adalah tes. Menurut Zaenal arifin (2010: 118)
menyebutkan “Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan,
pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh
peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik”.
Menurut
Asep Jihad dan Abdul Haris (2010: 67) mengatakan, “Tes merupakan himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus
dilaksanakan oleh orang yang di tes. Menurut Nana Sudjana (2005: 35) “Tes
sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa
untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan)”.
Dari
pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa tes adalah suatu teknik atau cara
yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik, berupa pertanyaan-pertanyaan
yang harus di jawab baik secara lisan maupun tulisan untuk mengukur tingkat
penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan.
Menurut
Gronlund dan Linn (dalam Sukardi, 2010:23) menyebutkan, “Definition a test designed to provide a measure of performance that
is interpretable in terms of a specific instructional objectife”. Artinya
suatu tes yang terencana untuk memberikan pengukuran penampilan siswa yang
tepat diinterpretasi dalam batas-batas tujuan instuksional tertentu. Adapun
macam-macam bentuk tes yang sering yang sering digunakan antara lain:
a. Tes
Subjektif
Yang pada umumnya berbentuk essay (uraian).
Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 162) “Tes bentuk essay adalah sejenis tes
kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian
kata-kata”. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2005: 35) menyebutkan “Secara umum
tes uraian adalah pertanyaan-pertanyaan
yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan,mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain
yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan mengggunakan kata-kata
dan bahasa sendiri”.
Bedasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa tes essay (uraian) adalah pertanyaan- pertanyaan yang
memerlukan jawaban dengan menguraikan gagasan pemikiranya dalam bentuk tulisan.
Bentuk
tes uraian dapat dibedakan menjadi uraian bebas (free essay) dan uraian terbatas. Adapun penjelasannya sebagai
beerikut:
1) Tes
uraian bebas
Menurut Zainal arifin
(2010: 125) “Dalam uraian bebas peserta didik bebas mengemukakan
pendapat sesuai dengan kemampuannya”. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2005: 37)
“Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan
siswa itu sendiri”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa uraian bebas
adalah dalam menjawab pertanyaan peserta didik bebas menguraikan gagasan maupun
pendapatnya sesuai dengan kemampuannya.
2) Tes
uraian terbatas
Menurut Zainal arifin (2010: 125) “Dalam uraian terbatas
peserta didik harus menemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya.
Sedangkan menurut Nana sudjana(2005: 37) “ Dalam uraian terbatas, pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal
tertentu atau ada pembatasan tertentu.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa uraian
terbatas dimana peserta didik dalam menjawab pertanyaan sesuai dengan ruang
lingkup batasan dalam pertanyaan tersebut.
b. Tes
Objektif
Menurut Suharsimi arikunto (2009
:164) “Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara
objektif”. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2005: 44) “Bentuk objektif digunakan dalam menilai
hasil belajar disebabkan luasnya bahan pelajaran yang dicakup dalam tes dan
mudahnya menilai jawaban yang diberikan”
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa tes objektif adalah tes yang memerlukan satu jawaban yang
tepat dari beberapa alternatif jawaban yang ada.
Soal-soal bentuk objektif ini dikenal
beberapa bentuk yakni jawaban singkat, benar salah, menjodohkan, dan pilihan
ganda. Adapun penjelasan sebagai berikut:
1) Bentuk
soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang
menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan
jawabannya hanya dapat dinilai benar salah
2) Bentuk
soal benar salah
Nana Sudjana (2005: 45) “Bentuk soal benar salah adalah
bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu
merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang
salah”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2009: 165) “Tes benar salah
soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement)
ada yang benar dan ada yang salah”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk
soal benar salah adalah pertanyaan dalam
bentuk pernyataan yang ada benar dan pernyataan yang salah.
3) Bentuk
soal menjodohkan
Menurut Cross
(1982) dalam sukardi (2010: 123) menyebutkan,
“Maching test items are appropriate for identifying the relationship the
relationship things”. Yang artinya item test menjodohkan adalah tepat untuk
mengindentifikasikan hubungan antar sesuatu. Nana Sudjana (2005: 47) “Bentuk
soal menjodohkan terdiri dari dua
kelompok yang berada dalam satu kesatuan, kelompok sebelah kiri merupakan
bagian-bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya”. Sedangkan
menurut Suharsimi Arikunto (2009: 172) “Bentuk soal menjodohkan terdiri dari
satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
bentuk soal menjodohkan adalah
mencocokan pertanyaan dan jawaban yang disediakan, untuk tiap satu
pertanyaan ada satu jawaban.
4) Bentuk
soal pilihan ganda
Nana Sudjana (2005: 48) “Soal pilihan ganda adalah bentuk
tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Sedangkan menurut
Suharsimi arikunto (2005: 168) “Soal pilihan ganda kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang
benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor)
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bawa tes
pilihan ganda merupakan tes yang dibuat dengan beberapa jawaban pengecoh dan
hanya mempunyai satu jawaban yang paling tepat.
5.
Fungsi dan Tujuan
Penilaian Hasil Belajar
Dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, seorang guru tidak akan terlepas dari kegiatan penilaian dalam
proses pembelajaran. Jadi penilaian merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam pengajaran. Untuk itu penilaian hasil belajar mempunyai fungsi dan tujuan
sebagai berikut:
a.
Fungsi penilaian hasil
belajar
Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2010:
56) “Penilaian berfungsi sebagai pemantau kinerja komponen-komponen kegiatan
proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses
belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana (2005: 3), mengatakan, “Penilaian proses
dan hasil belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat
dari proses”. Sejalan dengan pengertian diatas maka penilaian berfungsi
sebagai:
1)
Alat untuk mengetahui
tercapai tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus
mengacu kepada rumusan-rumusan tujuan instruksional
2)
Umpan balik bagi
perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan
instruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru dan lain-lain.
3)
Dasar dalam menyusun
laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya. Dalam laporan tesebut
dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi
dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
Dari pendapat diatas, dapat di
simpulkan bahwa fungsi penilaian hasil belajar adalah sebagai pemantau kinerja
serta umpan balik perbaikan dalam proses belajar mengajar untuk mengetahui
tercapai tidaknya tujuan instruksionalnya.
b.
Tujuan penilaian hasil
belajar
Menurut Nana Sudjana (2005: 4)
mengatakan tujuan penilain adalah:
1)
Mendiskrifsikan kecakapan belajar para
siswa sehingga dapat di ketahui kelebihan atau kekurangannya dalam berbagai
bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
2)
Mengetahui keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran
3)
disekolah, yakni seberapa jauh
keefektifanya dalam mengubah tingkah laku para siswa kearah tujuan pendidikan
yang diharapkan.
4)
Menentukan tindak lanjut hasil
penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program
pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.
5)
Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak-pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah,
masyarakat dan orang tua.
Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris
(2010: 53) “Tujuan penilaian adalah
untuk mengetahui apakah suatu program pendidikan, pengajaran, atau pelatihan
tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum”. Sedangkan menurut Zaenal
Arifin ( 2010: 15) adapun tujuan penilaian hasil belajar adalah:
1)
Untuk mengetahui tingkat penguasaan
peserta didik terhadap materi yang telah diberikan;
2)
Untuk mengetahui kecakapan, motifasi,
bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran;
3)
Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan
kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang telah ditetapkan;
4)
Untuk mendiagnosis keunggulan dan
kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan
peserta didik dapat dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan
pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya dapat dijadikan acuan untuk
memberikan bantuan atau bimbingan;
5)
Untuk seleksi, yaitu memilih dan
menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu;
6)
Untuk menentukan kenaikan kelas;
7)
Untuk menempatkan peserta didik sesuai
dengan potensi yang dimilikinya.
Dari
pendapat tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa tujuan penilaian hasil
belajar adalah untuk mengukur sejauh mana peserta didik menguasai materi
pelajaran sehingga dapat diketahui kelemahan, kelebihan, maupun keberhasilan
dalam pencapaian hasil belajar yang maksimal, yang sesuai dengan potensi
masing-masing yang dimiliki pesera didik.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam (Nana Sudjana, 2005: 22) yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni, “ ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotoris”. Adapun uraian dari ketiga ranah tesebut yang
berkenaan dengan hasil belajar ialah :
1) Ranah kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan
dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan
keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dari ketiga ranah tersebut
menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
C. Mata
Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
1. Pengertian Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia
diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki
komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hakikat Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan
modern adalah negara yang pembentukannya
didasarkan pada semangat kebangsaan yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk
membangun masa depan bersama dibawah
satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut
berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Berkaitan dengan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini Depdiknas (2006:49) memberikan
penjelasan bahwa “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”.
Sedangkan Somantri (2001:154) memberikan perumusan pengertian sebagai berikut
“Pkn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara agar
dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Dari kedua
pengertian di atas jelas bahwa PKN merupakan mata pelajaran yang memiliki focus
pada pembinaan karakter warga negara dalam perspektif kenegaraan, dimana
diharapkan melalui mata pelajaran ini dapat terbina sosok warga negara yang
baik (good citizenship).
2. Visi dan Misi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Visi bahwa Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan bertujuan mewujudkan masyarakat demokratis
merupakan reaksi atas kesalahan paradigma lama yang masih menggunakan istilah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn sangat mencolok dengan misi
mewujudkan sikap toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan kesatuan, tidak
memaksakan pendapat, menghargai, dan lain-lain yang dirasionalkan demi
kepentingan stabilitas politik untuk mendukung pembangunan nasional.
Misi dari Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalam lingkup dunia pendidikan di sekolah dewasa
ini dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah Standar Isi mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dirangkum Winarno (2007:114-115) sebagai berikut:
Berdasarkan praktik pendidikan selama ini Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia ternyata tidak hanya menggambarkan
misi sebagai pendidikan demokrasi. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mengembangkan misi, sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
dalam arti sesungguhnya yaitu civic education. Berdasarkan hal ini, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan pengetahuan
dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan penerapan, tugas, hak, kewajiban
dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek kehidupan
bernegara. Misalnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dimunculkan
dalam pelajaran civic (Kurikulum
1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu
Bumi, dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Negara, yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia,
dan Civic (Kurikulum 1968/1969) dan PPKn (1994).
b. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter. Dalam hal
ini Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan
nilai-nilai bangsa yang dianggap baik sehingga terbentuk warga negara yang
berkarakter baik bagi bangsa bersangkutan. Contoh: Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dimuatkan dalam
pelajaran PMP (1975/1984), Pelajaran PPKn (kurikulum 1994). Di perguruan tinggi diberikan mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.
c. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara. Pendidikan
kesadaran bela negara sehingga dapat di andalkan untuk menjaga kelangsungan
negara dari berbagai ancaman. Contoh, diberikan mata kuliah Kewiraan di
Perguruan tinggi.
d. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi (politik) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
mengembangkan tugas menyiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang demokratis untuk mendukung tegaknya demokrasi negara. Dengan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, akan ada sosialisasi, deseminasi, dan
penyebarluasan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.
3. Tujuan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
“Tujuan civic
education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam
kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan
nasional” Menurut Branson (2007 :7). Tujuan pendidikan kewarganegaraan dalam Depdiknas (2006:49)
adalah untuk memberikan kompetensi
sebagai berikut:
a. Berpikir
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara
cerdas dan tanggung
jawab, serta bertindak secara sadara dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang
dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut :
a. Secara
umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan
eterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara
khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat
yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan
bersama diatas kepentingan
perseorangan dan golongan sehingga perbedaan
pemikiran pendapat ataupun
kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan
keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan-tujuan
tersebut selanjutnya akan harus dioperasionalkan melalui kejelasan tujuan
kurikuler dan harus nampak dalam sosok program dan pola pembelajarannya. Tujuan
kurikuler tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran
yang bersifat khusus dan operasional dengan memperhatikan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator-indikatornya dalam silabus.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan
Berdasar pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagaimana telah
diuraikan, tampak bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat
dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan sebagai bagian dari Ilmu
Politik. Sebagai bagian dari Ilmu Politik, yang menjadi ruang lingkup Civics
adalah demokrasi politik. Isi atau materi demokrasi politik (Marian D. Irish),
adalah:
a. Konteks ide demokrasi, yang
mencakup: teori-teori tentang demokrasi politik, teori majority rule, minority
rights, konsep-konsep demokrasi dalam masyarakat, teori demokrasi dalam
pemerintahan, pemerintahan yang demokratis.
b. Konstitusi Negara, yang mencakup:
sejarah legal status, nation building, identity, integration,
penetration, participation, and distribution.
c. Input dari system politik, yang
mencakup: arti pendapat umum terhadap kehidupan politik, studi tentang political behavior.
d. Partai Politik dan Pressure Group, yang mencakup: system
kepartaian, fungsi partai politik, peranana pressure
group, public relation.
e. Pemilihan Umum, yang mencakup:
maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, system pemilu.
f. Lembaga-lembaga decision maker, yang mencakup: legislator dan kepentingan
masyarakat, peranan policy maker Presiden.
g. Presiden sebagai Kepala
Negara/Administrasi Negara, yang mencakup: kedudukan Presiden menurut
konstitusi, control lembaga legislative terhadap Presiden dan birokrasi,
pemerintahan di bawah konstitusi.
h. Lembaga Yudikatif, yang mencakup:
system peradilan dan administrasi peradilan, hakim dan kedudukan seseorang
dalam pengadilan, hubungan badan
legislative, eksekutif, dan yudikatif.
i.
Output dari
system politik, yang mencakup: hak individu dan kemerdekaan individu dalam
konstitusi, kebebasan berbicara, pers dan media massa, kebebasan akademik,
perlindungan yang sama, cara penduduk Negara memperoleh dan kehilangan
kewarganegaraan.
j.
Kemakmuran
umum dan pertahanan Negara, yang m,encakup: tugas Negara dan warga Negara dalam
mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki harta kekayaan, politik pajak untuk
kemakmuran umum, politik luiar negeri dan keselamatan nasional, hubungan
internasional.
k. Perubahan social dan demokrasi
politik, yang mencakup: demokrasi politik dan pembangunan masa sekarang,
mengefektifkan dan mengisi demokrasi politik, tantangan perkembangan sains
teknologi.
Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, menurut Achmad Sanusi, focus studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mengenai kedudukan dan peranan warga
Negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas
ketentuan konstitusi Negara yang bersangkutan. Titik tolak Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan ada pada individu-individu sebaghai kesatuan mikro.
Variable-variabel yang relevan dengan individu sebagai kesatuan mikro
adalah kontinum tingkah laku, potensi, kesempatan, hak dan kewajiban,
cita-cita, aspirasi, kesadaran usaha dan kegiatan, kemampuan, peranan hasil dan
potensi kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang ketentuan Pembukaan UUD
1945. Menurut Numan Somantri, objek studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah warga Negara dalam hubungannya dengan organisasi
kemasyarakatan, social, ekonomi, agama, kebudayaan, dan Negara, tingkah laku,
tipe pertumbuhan berpikir, potensi, hak dan kewajiban,k cita-cita, aspirasi,
kesadaran, partisipasi dan tanggung jawab.
Dikaitykan dengan kedudukannya sebagai mata kuliah pada program studi,
Soedibjo (1990) berpendapat bahwa materi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mencakup segala pengetahuan tentang kedudukan, peranan, hak dan
kewajiban warga Negara Indonesia sesuai dengan dasar filsafat Pancasila,
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Materi-materi yang dimaksud, antara lain:
a. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
b. Sejarah perkembangan Civics di
Amerika Serikat
c. Sejarah perkembangan Civics di
Indonesia
d. Objek studi, metode, sistematika dan
tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
e. Ruang lingkup Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan
f. Pengertian Negara, unsure-unsur
Negara, cara timbul dan lenyapnya Negara.
g. Pengertian warga Negara, orang
asing, penduduk, rakyat dan bangsa.
h. Azas-azas kewarganegaraan,
bipatride-apatride, hak opsi, hak repudiasi.
i.
Kewarganegaraan
Republik Indonesia
j.
Hak-hak
azasi dan hak-hak serta kewajiban warga Negara berdasar pancasila dan UUD 1945
k. Peranan rakyat dalam pemerintahan
dan pembangunan suatu bangsa
l.
Kepentingan
pribadi dan kepentingan umum
m. Wilayah Negara Indonesia dan Zona
Ekonomi Eksklusif.
D.
Hubungan
Metode Drill dengan Hasil Belajar
Siswa
Hubungan
metode drill dengan hasil belajar
siswa relevan dengan penelitian Muhamad Wahyudin (2014) dengan judul Hubungan
Penggunaan Metode Drill Terhadap
Hasil Belajar IPS Siswa (Kelas VIII IPS SMP Al-Amanah Setu Tangerang Selatan).
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat Hubungan penggunaan metode drill terhadap hasil belajar siswa.
Sementara itu, Indri Liani (2015) Hubungan Penerapan Metode Drill Terhadap Peningkatan Hasil Belajar
Matematika.
Hasilnya juga menunjukkan bahwa terdapat Hubungan
penggunaan metode drill terhadap
hasil belajar siswa.
Linda
Setyaningsih (2016) Hubungan Metode
Drill (Latihan) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTS Arrahmah
Papar Pada Materi Persamaan Dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Tahun
Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan
pada ban IV dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari analisis data, Ada Hubungan dalam
penggunaan metode Drill pada pembelajaran matematika siswa kelas VII. Dilihat
dari hasil belajar siswa dari hasil perhitungan dengan hasil nilai terdahulu
mengalami peningkatan hasil belajar. Dari perhitungan dengan menggunakan teknik
uji t diperoleh thitung = . Dan dengan α = 0.05 serta dk = 34 diperoleh ttabel
= 2,032 karena thitung > ttabel maka dapat disimpulkan bahwa ada Hubungan
hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Drill. 2.
Dari analisis data di atas, diperoleh hasil rata-rata skor tes siswa yang
menggunakan model pembelajaran Drill (kelas eksperimen) 1 = 70 dan rata-rata
skor tes siswa yang menggunakan model pembelajaran Konvensional (kelas kontrol)
2 = 50.
Selain
itu pula, Wiwit Safitri (2011) Hubungan Metode Drill Terhadap Prestasi Belajar
Al Qur’an Hadits Pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 1 Kalitapen
Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas. Berdasarkan penelitian yang telah
penulis lakukan baik melalui metode observasi, wawancara, dokumentasi, tes dan
analisa data pada skripsi yang berjudul ” Hubungan Metode Drill Terhadap
Prestasi Belajar Alquran Hadits Pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 1
Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas” maka dapat disimpulkan bahwa
antara metode drill dan prestasi belajar Alquran Hadits tidak terdapat Hubungan
yang signifikan.
Wahyu Rishandi
(2014) Penggunaan Metode Drill (Pelatihan) Dan Hubungannya
Terhadap Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits Di Kelas II Madrasah Tsanawiyah Sunggal.
Berdasarkan hasil penelitian maka Penerapan
metode pelatihan pada materi Al-qur’an hadits dilakukan khusus pada materi yang
berkaitan dengan membaca, menulis, menghafal. Penerapan metode ini dilakukan
dimana guru langsung mempraktekkan sesuai
dengan materi yang sebenarnya di dalam kelas, kemudian dilatih oleh siswa baik secara berkelompok
maupun secara individu. Pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan dengan
metode pelatihan terhadap masalah-masalah penulisan huruf, membaca sesuai
dengan bacaan yang sebenarnya serta menghafal dengan huruf yang benar dan
bacaan yang benar dan baik tentunya tidak menyalahi aturan bacaan, huruf dan
cara membacanya.
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan sementara bahwa
terdapat Hubungan penggunaan metode drill
terhadap hasil belajar siswa. Untuk membuktikan hal tersebut, maka peneliti
akan melakukan penelitian di kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tanah
Pinoh Kabupaten Melawi.
E. Hipotesis
Penelitian
Sutrisno Hadi (2008:307) mendefinisikan hipotesis adalah:
“Pertanyaan yang masih lemah kebenarannya dan masih perlu dibuktikan
kebenarannya”. Berkenaan dengan pengertian hipotesis Tuckman (2006:93)
menjelaskan, “A hypothesis is an
expectation about events, based on generalization of the assumed relationship
between variables”. Artinya suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan
dan dilandasi oleh generalisasi dan biasanya menyangkut hubungan diantara
variabel-variabel penelitian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah
pertanyaan penelitian yang merupakan dugaan yang kita amati dan harus
dibuktikan kebenarannya melalui penelitian di lapangan.
Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Hipotesis
Alternatif (Ha)
Terdapat Hubungan
penerapan metode drill dengan hasil
belajar siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di
kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tanah Pinoh Kabupaten Melawi.
2.
Hipotesis Nol
(Ho)
Tidak terdapat Hubungan
penerapan metode drill dengan hasil
belajar siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di
kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tanah Pinoh Kabupaten Melawi.
Sumber:
Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya.
(2005). Strategi Belajar Mengajar.
Bandung : CV. Pustaka Setia.
Arifin,
Zaenal. (2010). Evaluasi Pembelajaran.
Bandung : Alfabeta.
Asep Jihad dan Abdul
Haris. (2010). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.Hamdani. (2010). Stategi Belajar Mengajar. Bandung : CV.
Pustaka Setia.
Iskandar. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta :
Referensi.
Kaliger
(2007). Behavioral Research. New
York: Me Braw Hill.
Riyanto, Yatim. (2010). Paradigma
Baru Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media.
Roestiyah
N.K, (2008). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rusman. (2010). Model-Metode pembelajaran. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Sri Esti Wuryaningsih Djiwandono.
(2006). Psikologi Sosial. Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada.
Sudjana,
Nana. (2004). Evaluasi Pembelajaran.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. (2005).
Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
METODE DRILL DAN HASIL BELAJAR SISWA
Reviewed by PENDIDIKAN POPULER
on
21:44
Rating:
No comments: