HUBUNGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
HUBUNGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS XI
SMK NEGERI 7 PONTIANAK
OLEH
MUSLIMAH
NIM 211300088
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPBULIK INDONESIA
PONTIANAK
2018
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah “Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak”. Masalah umum penelitian ini yaitu:“ Bagaimanakah Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak? Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode deskripstif dengan bentuk penelitiannya yaitu penelitian korelasional. Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak berjumlah 281 orang siswa dan pengambilan sampelnya dipilih dengan teknik purposive sampling dan diperoleh jumlah sampel yaitu 80 orang siswa. Teknik dan alat pengumpul data yang digunakan adalah teknik observasi langsung dengan alatnya pedoman observasi, teknik komunikasi tidak langsung dengan alatnya panduan wawancara, teknik komunikasi tidak langsung dengan alatnya angket dan teknik studi documenter dengan alatnya dokumen-dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Sedangkan secara khusus hasil penelitian ini adalah: (1) Penerapan model pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak mencapai skor aktual 4797 dan skor maksimal ideal 6400 berarti mencapai 74,95%, dengan demikian dapat dikategorikan “Baik”. (2) Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak mencapai skor aktual 4883 dan skor maksimal ideal 6400 berarti mencapai 76,30%, dengan demikian dapat dikategorikan “Baik”. (3) Terdapat Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak tergolong “Sedang”.
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut: (1) Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, guru harus mempersiapkan model pembelajaran yang tepat sasaran. Hal itu dilakukan untuk mempermudah siswa dalam menyerap informasi yang akan disampaikan. (2) Penggunaan model problem based learning dalam proses belajar mengajar sangat menarik untuk dikembangkan, karena model tersebut diidentifikasi dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn. (3) Penggunaan model problem based learning salah satunya memiliki hubungan dengan kemampuan berpikiri kritis siswa, besar kecilnya tergantung kepada penggunaanya dalam mendesain atau merancang apa yang akan ditampilkan, tentunya yang dapat menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya kemampuan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang kondusif sehingga peserta didik dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Pendidikan nasional juga berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat juga bertujuan untuk mengembangkan segenap potensi peserta didik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Bersadarkan penjelasan di atas bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik lagi dan memiliki peradaban yang bermartabat di mata dunia pendidikan, dan menjadi warga negara yang baik dan takwa kepada Tuhan serta dapat memiliki akhlak yang baik memiliki keilmuan yang mempuni dan dapat bersaing dengan dunia luar serta dapat menjadi warga negara yang baik dan memiliki tanggung jawab terhadap bangsa itu sendiri. Hal tersebut seiring dengan pembelajaran di sekolah terutama pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki arti sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara itu tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut KTSP 2006 adalah membentuk siswa yang memiliki kemampuan: Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain; dan Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan penggunaan berbagai macam metode pembelajaran.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang diharapkan mampu mengantarkan peserta didik untuk mencapai cita-cita pendidikan tersebut. Pada sisi lain, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan pendidikan demokrasi bagi generasi muda bangsa. Dengan demikian peranan Pendidikan Kewarganegaraan sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang seutuhnya, yakni bangsa yang modern namun tetap memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik. Untuk menerapkan hal tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajan yang tepat dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran yang menarik untuk diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah model pembelajaran problem based learning.
Penggunaan model pembelajaran problem based learning yang monoton menyebabkan proses pembelajaran menjadikan siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari rendahnya aktivitas pembelajaran yang mereka lakukan dan mereka tampak kurang bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Sebagian besar siswa juga tampak kurang berminat terhadap pembelajaran serta kurang memberikan respons terhadap permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru. Untuk itu tentunya diperlukan penggunaan model-model pembelajaran lain yang relevan.
Memperhatikan besarnya tanggungjawab guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sudah barang tentu dalam pelaksanaan tugasnya diperlukan suatu model pemebelajaran yang tepat. Dengan kata lain, guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajaranya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah model problem based learning.
Menurut Tan (Rusman, 2016:229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PMB kemampuan berpikir kritis siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Hal yang sama dengan apa yang dikatakan Martinis dan Masiah (2013: 149), “Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia nyata” pembelajran berbasis masalah di gunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorintasi masalah.
Jadi disimpulkan bahwa model pembelajaran problem based learning yang dimaksud adalah memperlancar antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih aktif dan efesien, proses pembelajaran dapat membangun kondisi yang membuat siswa lebih kreatif di kelas, sehingga siswa dapat berfikir kritis. Menurut Slavin (2004:123), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler (Winataputra, 2008: 23) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dengan demikian belajar dapat disimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Guru dalam kegiatan pembelajaran memiliki tugas untuk menyiapkan dan memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Guru sebagai manajer utama di kelas memiliki peran sebagai penyampai informasi yang tidak hanya sekedar yang berasal dari buku teks namun juga melaksanakan pembelajaran yang variatif dan menyenangkan. Apabila guru berhasil mengajar dan mendidik dengan berbagai model pembelajran hasilnya tentu sangat positif bagi kemajuan anak didik khususnya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sebagai seorang pendidik, guru menghadapi masalah dimana anak didiknya mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan serta kejenuhan yang menyebabkan penurunan motivasi dan hasil belajar.
Oleh karena itu, guru perlu menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu atau memberi pengaruh bagi siswa untuk memahami materi ajar secara aktif, kreatif dan menyenangkan. Efektivitas penerapan berbagai pendekatan yang ada sangat bergantung pada kemampuan guru dalam menerapkannya, semakin mampu seorang guru mamahami konsep dari teknik yang diajarkan maka akan menciptakan suasana yang kondusif dalam proses belajar mengajar di kelas. Saat ini didalam kegiatan pembelajaran terdapat berbagai model yang ditemukan serta dirancang untuk membantu siswa dalam memahami setiap materi yang diajarkan. Dengan adanya model-model pembelajaran tersebut diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu, melalui model-model pembelajaran yang ada akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pengajar.
Oleh karena itu seorang guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat guna meningkatkan motivasi belajar dan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Berkenaan dengan hal ini Slameto (2003: 96) menegaskan “Seorang guru harus mampu menimbulkan semangat belajar secara individual”. Semangat belajar yang tinggi secara langsung atau tidak langsung bersentuhan dengan proses tumbuh kembang motivasi dan kreativitas belajar siswa. Kondisi sebagaimana terungkap diatas tentunya memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan kata lain perlu dilakukan upaya nyata untuk mengubah cara mengajar guru agar lebih aktif, sekecil apapun upaya itu. Jika permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran ini tidak segera ditangani maka tidak mustahil akan membawa dampak yang negatif terhadap kreativitas belajar siswa. Oleh karena itu dengan model pembelajaran problem based learning peneliti mengharapkan dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa. Peserta didik akan merasa senang pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, tidak ada yang beranggapan bahwa pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu membosankan.
Berdasarkan hasil pra riset yang dilakukan peneliti di SMK Negeri 7 Pontianak kini diperoleh informasi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran di kelas cenderung masih kurangnya kegiatan-kegiatan kelompok belajar dalam memecahkan permasalahan materi pembelajaran di kelas masih rendah, selain itu masalah yang sangat penting yaitu tingkat kemampuan berpikir kritis siswa masih cukup rendah. Hal ini dapat di lihat dari kemampuan siswa untuk bertanya, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, serta belum memahami pengambilan keputusan dalam diskusi.
Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Penerapan Model Pembelasan Problem Based Learning dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI Smk Negeri 7 Pontianak”.
LANDASAN TEORI
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Model pembelajaran problem based learning berlandaskan pada psikologi kognitif, sehingga focus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada problem based learning, peran guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2010: 23). John Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah tersebut.
Pembelajaran yang berdaya guna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna, yang merupakan hubungan problem based learning dengan psikologi Dewey. Selain Dewey, tokoh psikologi Eropa lainnya, yakni Jean Piaget sebagai tokoh pengembang konstruktivismen telah memerikan dukungannya. Pandangan konstruktivisme-kognitif yang didasari atas teori Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri.
Problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Menurut Martinis dan Masiah (2012: 149), “pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang member kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia nyata”. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang ciri utamanya pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasi peraga. Model pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.
Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaan nya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Kemampuan Berpikir Kritis
Manusia sejak kecil sudah memiliki kecenderungan untuk berpikir. Sebagai makhluk social, manusia selalu cenderung untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya, begitu juga dengan siswa. Siswa sebagai peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan satuan pendidikan tertentu. Oleh karena siswa merupakan subjek didik di pendidikan menengah, maka dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional, maka siswa dituntut untuk selalu berpikir kritis.
Dalam beberapa tahun terakhir, berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam bidang pendidikan, baik jenjang sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Ada beberapa pendapat para ahli dalam mendefinisikan berpikir kritis. John Dewey (Alec Fisher, 2009: 2) menamakan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif menyatakan bahwa pertimbangan yang aktif, persisten (terus menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderung-an. Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa berpikir kritis adalah proses aktif di mana seseorang memikirkan berbagai hal secara mendalam.
Pendapat di atas juga sejalan dengan Manyer dan Goodchild (Iskandar, 2012: 87) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses kognitif yang sistematis dan aktif dalam menilai argument-argumen, menilai sebuah kenyataan, menilai kekayaan, dan hubungan dua atau lebih objek serta memberikan bukti-bukti untuk menerima atau menolak sebuah pernyataan. Para pemikir-pemikir aliran kritis mengakui bahwa tidak hanya ada satu cara yang benar atau tepat untuk memahami dan mengevaluasi argument-argumen dan bahwa semua usaha di atas tidak menjamin keberhasilannya.
Sementara Jhonson Ennies (2014: 4) berpendapat berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Artinya seseorang dikatakan berpikir kritis apabila seseorang berpikir secara mendalam dan berani untuk dipercaya maupun dilakukan.
METODE DAN BENTUK PENELITIAN
Upaya menjawab pertanyaan penelitian diperlukan metode yang sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:100) menyatakan bahwa:”metode pengumpulan adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data”.Menurut Hamid Darmadi (2011:7) menyatakan bahwa “Metode deskriptif adalah kuranya respon-kegengganan subyek untuk mengembalikan angket atau tidak hadirnya subyek pada wawancara yang dijadwalkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sebab penulis hendak mengambarkan semua gelaja-gejala yang terjadi pada saat penelitian ini laksanakan.
Bentuk penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Dalam hal ini peneliti ingin menemukakan hubungan antara model pembelajran problem based learning dengan kemmapuan berpikir kritis.
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah Semua siswa kelas XI SMK Negeri 7 Pontianak yang berjumlah 281 orang siswa. Sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Siswa Kelas XI SMK Negeri 7 pontianak. Penentuan sampel dalam penelitian ini dipilih secara teknik purposive sampling. Hal itu dijelaskan oleh pendapat Sugiyono (2010: 85) yang menyatakan bahwa “Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Adapun pertimbangannya adalah berkaitan dengan masalah penelitian yaitu rendahnya hasil belajar siswa, dari semua kelas XI SMK Negeri 7 pontianak berjumlah sebanyak 80 siswa yang terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas XI Akuntasi (A) dan XI Akuntasi (B).
TEKNIK DAN ALAT PENGUMPUL DATA
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik observasi langsung dengan alatnya Panduan Observasi, Teknik komunikasi langsung dengan alatnya Panduan Wawancara, Teknik komunikasi tidak langsung dengan alatnya Angket, dan Teknik studi dokementer dengan alatnya dokumen.
UJI KEABSAHAN INSTRUMEN
Uji keabsahan instrumen adalah tahap penelitian dalam memvalidasi dan mengujicobakan instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data dalam suatu penelitian, tujuannya adalah untuk menghasilkan instrumen yang sahih. Uji keabsahan instrumen dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas/kesahihan. Menurut Nana Sudjana (2010: 12) mengemukakan bahwa “Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Menurut Nana Sudjana (2010: 12) “Validitas yang sering digunakan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu validitas isi, validitas bangun pengertian (construct validity), validitas ramalan (prdictive validity) dan validitas kesamaan (councurrent validity).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka jenis validitas yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dilakukan bertujuan untuk menentukan kesesuaian antara soal angket dengan kisi-kisi yang kita buat. Menurut Nana Sudjana (2010: 13) “Validitas isi dilakukan dengan meminta pertimbangan dari para ahli (pakar) dalam bidang evaluasi atau ahli dalam bidang sedang diuji. Dengan demikian validitas isi tiddak memerlukan uji coba dan analisis statistik atau dinyatakan dalam bentuk angka-angka”. Para ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen validator yang sudah ditunjuk dengan melampirkan surat pernyataan validator.
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengetahui hasil dari jawaban angket. Tujuan analisis data dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melakukan analisis data yang diperoleh dalam penelitian. Untuk mengolah data dengan menggunakan perhitungan statistik yaitu menggunakan rumus sebagai berikut:
Analisis data untuk menjawab sub masalah pertama dan kedua dalam penelitian adalah menggunakan rumus persentase menurut Nana Sudjana, (Zuldafrial, 2010:211) yaitu :
X% = n/N x 100%
Keterangan :
X% = Persentase yang dicari
n = Hasil Observasi
N = Jumlah Sampel
Tabel 1.1
Tolak ukur presentase
No. Interval Kategori
1 0%-24% kurang baik
2 25%-59% cukup baik
3 60%-79% Baik
4 80%-100% sangat baik
Untuk menjawab sub masalah ketiga menggunakan rumus korelasi product moment menurut Subana, M & Sudrajat, (2009:177) dengan rumus sebagai berikut :
r_xy = (N(∑▒〖XY)-( ∑▒〖X )(∑▒〖Y )〗〗〗)/(√({N(∑▒X^2 )–(∑▒〖X)〗^2 } ) {N (∑▒〖Y^2 )〗-(∑▒〖Y)〗^2 } )
Keterangan :
r_xy = Koefisien Korelasi
N = Jumlah Populasi / Sampel
∑X = Jumlah skor variabel X
∑Y = Jumlah skor variabel Y
X^2 = Variabel x dikuadratkan
Y^2 = Variabel y dikuadratkan
XY = Variabel x dikalikan variable y
∑XY = Hasil skor variabel X dengan Y
∑ = Sigma (Jumlah)
Tabel 1.2
Tolok Ukur Tingkat Hubungan
No Interval Tingkat Hubungan
1 0,00-0,199 sangat rendah
2 0,20-0,399 rendah
3 0,40-0,599 sedang
4 0,60-0,799 kuat
5 0,80-01,000 sangat kuat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penerapan model pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak mencapai skor aktual 4797 dan skor maksimal ideal 6400 berarti mencapai 74,95%, dengan demikian dapat dikategorikan “Baik”. Adapun pencapaian yang diperoleh diatas, didukung oleh pencapaian aspek dan indikator penelitian yang telah dikumpulkan dari data angket. Aspek variabel bebas yaitu model pembelajaran problem based learning dalam penelitian ini memiliki 5 komponen utama, yaitu: (1) Orientasi siswa pada masalah sebesar 73,05% dengan kategori Baik, (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar sebesar 80,70% dengan kategori Sangat Baik, (3) Membimbing pengalaman individu atau kelompok sebesar 72,50% dengan kategori Baik, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya sebesar 77,34% dengan kategori Baik, serta (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah sebesar 71,17% dengan kategori Baik. Jadi, hal ini lah yang membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran problem based learning sudah dilaksanakan dengan baik.
Kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak mencapai skor aktual 4883 dan skor maksimal ideal 6400 berarti mencapai 76,30%, dengan demikian dapat dikategorikan “Baik”. Adapun pencapaian yang diperoleh diatas, didukung oleh pencapaian aspek dan indikator penelitian yang telah dikumpulkan dari data anget. Aspek dan indikator kemampuan berpikir kritis siswa tersebut dapat diuraikan seperti: (1) Berpikir kritis untuk memecahkan masalah sebesar 77,75% dengan kategori Baik, yang terdiri dari: (a) Mengidentifikasi sebesar 78,13% dengan kategori Baik, dan (b) Menentukan masalah sebesar 77,38% dengan kategori Baik. Sedangkan (2) Berpikir kritis untuk mengambil keputusan sebesar 74,84% dengan kategori Baik, yang terdiri dari: (a) Alternatif pemecahan masalah sebesar 75,75% dengan kategori Baik, dan (b) Membuat kesimpulan sebesar 73,94% dengan kategori Baik.
Hasil perhitungan di atas ditemukan bahwa nilai rhitung = 0,402 dan rtabel = 0,220 (lihat tabel korelasi product moment), untuk selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis penelitian. Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan cara membandingkan rhitung dengan r tabel. Apabila rhitung > rtabel, maka Ha diterima dan H0 ditolak, sedangkan apabila rhitung < rtabel, maka Ha ditolak dan H0 diterima. Uji hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk menjawab rumusan masalah ke-3 dalam penelitian ini. Hasil perhitungan di atas ditemukan bahwa nilai rhitung = 0,402 dan rtabel = 0,220, maka dapat disimpulkan rhitung > rtabel atau 0,402 > 0,220, maka Ha diterima dan H0 ditolak. Jadi Penelitian ini adalah terdapat hubungan model pembelajaran problem based learning dengan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Berdasarkan hasil perhitungan sebesar 0,402 dan patokan kecil besar indeks korelasi, maka hubungan model pembelajaran problem based learning dengan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak tergolong “Sedang”.
P E N U T U P
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa:
Penerapan model pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung oleh pencapaian skor aktual 4797 dan skor maksimal ideal 6400, dengan angka persentase sebesar 74,95%. Hal tersebut menunjukkan bahwa komponen dari langkah-langkah model pembelajaran problem based learning sudah diterapkan dengan optimal. Hal ini didukung oleh pencapaian aspek variabel dalam penelitian ini, yaitu: Orintasi siswa pada masalah memperoleh skor aktual 935 dan skor ideal 1280 dengan angka persentase sebesar 73,05%, dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran memperoleh persentase sebesar 75,31% dengan kategori “Baik”. Guru menjelaskan peralatan yang diperlukan memperoleh persentase 73,44% dengan kategori “Baik”. Guru memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah memperoleh sebesar 68,13% dengan kategori “Baik”. Mengorganisasikan siswa untuk belajar memperoleh skor aktual 1033 dan skor ideal 1280 dengan angka persentase sebesar 80,70%, dikategorikan “Sangat Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu: Guru membantu siswa mendifinisikan masalah memperoleh persentase sebesar 78,75% dengan kategori “Baik”. Guru mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah memperoleh persentase sebesar 82,66% dengan kategori “Sangat Baik”. Membimbing pengalaman individual/kelompok memperoleh skor aktual 928 dan skor ideal 1280 dengan angka persentase sebesar 72,50%, dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu” Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai memperoleh persentase sebesar 76,88% dengan kategori “Baik”. Guru dan Siswa melaksanakan pembuktian untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah memperoleh persentase sebesar 68,13% dengan kategori “Baik”.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya memperoleh skor aktual 990 dan skor ideal 1280 dengan angka persentase sebesar 77,34%, dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu: Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan kegiatan siswa memperoleh persentase sebesar 78,59% dengan kategori “Baik”.Guru membantu siswa untuk membagi tugas dengan temannya memperoleh persentase sebesar 76,09% dikategorikan “Baik”. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah memperoleh skor aktual 911 dan skor ideal 1280 dengan angka persentase sebesar 71,17%, dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu: Guru membantu siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran memperoleh persentase sebesar 73,75% dengan kategori “Baik”. Guru melakukan evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses yang di gunakan memperoleh persentase sebesar 68,59% dengan kategori “Baik”.
Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung oleh pencapaian skor aktual 4883 dan skor maksimal ideal 6400, dengan angka persentase sebesar 76,30%. Hal ini didukung oleh pencapaian aspek variabel dalam penelitian ini, yaitu: Berpikir kritis untuk memecahkan masalah memperoleh skor aktual 2488 dan skor ideal 3200 dengan angka persentase sebesar 77,75%, dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan, yaitu: Mengidentifikasi sebesar 78,13% dengan kategori “Baik”. Menentukan masalah sebesar 77,38% dengan kategori “Baik”. Berpikir kritis untuk mengambil keputusan memperoleh skor aktual 2395 dan skor ideal 3200 dengan angka persentase sebesar 74,84% dikategorikan “Baik”. Hal ini didukung dengan indikator keberhasilan yaitu: Alternatif pemecahan masalah sebesar 75,75% dengan kategori “Baik”. Membuat kesimpulan sebesar 73,94% dengan kategori “Baik”.
Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Hasil perhitungan di atas ditemukan bahwa nilai rhitung = 0,402 dan rtabel = 0,220, maka dapat disimpulkan rhitung > rtabel atau 0,402 > 0,220, maka Ha diterima dan H0 ditolak. Jadi hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan model pembelajaran problem based learning dengan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak. Hasil perhitungan sebesar 0,402 dan patokan kecil besar indeks korelasi, maka hubungan model pembelajaran problem based learning dengan kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn kelas XI di SMK Negeri 7 Pontianak tergolong “Sedang”.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran mengajar di kelas, guru harus mempersiapkan model pembelajaran problem based learning . Hal itu dilakukan untuk mempermudah siswa dalam menyerap informasi yang akan disampaikan.
Penggunaan model problem based learning dalam proses belajar mengajar sangat menarik untuk dikembangkan, karena model tersebut diidentifikasi dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PKn.
Siswa harus berupaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, seperti kesulitan siswa dalam mengembangkan ide dan sulitnya mengemukakan pendapat di depan kelas.
Siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran dan berusaha untuk berani mengemukakan pendapat di depan kelas dan terus meningkatkan keberhasilan belajar siswa sesuai dengan tujuan intruksional pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari buku:
Arifin, Z. (2011). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.
Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: UPI.
Darmadi, H. (2010). Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Ibrahmi. (2010). Psikologi Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Iskandar. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Referensi.
Johnson, E. (2014). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa.
Kaelan. (2004). Pengantar Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Martini dan Masiah. (2013). Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP Press Group.
Narbuko, C & Abu, A. (2010). Psikologi Belajar. Bandung: Kaifa.
Nawawi, H. (2012). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Univesity Press.
Riduwan. (2012). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada.
Rusman. (2016). Model-model pembelajaran . Jakarta: Raja Wali.
Rusmiyati (2007). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media charts Group.
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slavin. R. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Referensi.
Subana, M & Sudrajat, (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Media Perkasa.
Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Winataputra. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Referensi.
Zuldafrial, (2010). Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta. Media Perkasa.
Sumber dari Jurnal:
Anazifa, R. D. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learing terhadap Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada materi Pencemaran Lingkungan Kelas X SMA Negeri 1 Bantul. Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta. Jurnal UNY Vol 5. Hal 12.
Aryani, D. (2016). Efektifitas model pembelajaran PBL dan PS untuk meningkatkan berpikir kritis dengan memperhatikan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas XI SMA Negeri 6 Bandar Lampung Tahun ajaran 2015/2016. Pontianak: UNTAN. Jurnal Universitas Tanjungpura Pontianak Vol. 1 hal 5.
Sumber dari Kurikulum dan Undang-Undang:
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
HUBUNGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Reviewed by PENDIDIKAN POPULER
on
01:32
Rating:
No comments: